Bupati Bandung H. M. Dadang Supriatna, S.Ip., M.Si. dan Wakil Bupati (Wabup) Bandung H. Sahrul Gunawan, S.E., dilantik Presiden RI oleh Gubernur Jawa Barat, di Aula Barat Gedung Sate, Senin (26/4/21).
Usai acara, Bupati Dadang Supriatna dan Wabup Sahrul Gunawan bersama rengrengan, melakukan ziarah ke makam Bupati Bandung Pertama (1641-1681), Rd. Tumenggung Wira Angun-angun di Kecamatan Dayeuhkolot.
Setelah itu rombongan bergerak menuju Plaza Upakarti Komplek Pemkab Bandung di Soreang. Di sana, Bupati Dadang melakukan pidato perdananya di hadapan publik. Dalam pidatonya bupati mengatakan, pelantikan bukanlah momentum untuk melakukan euforia dan bersuka cita.
Pelantikan ia tafsirkan sebagai penyerahan tugas dari negara, untuk mewujudkan cita-cita kebangsaan. Sebuah momentum awal perjuangan, sebagai upaya menghadirkan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Bandung.
“Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat. Ini adalah perjuangan para relawan dan pendukung yang dengan penuh keikhklasan, mewakafkan waktu, pikiran, tenaga dan harta. Akhirnya perjuangan membuahkan hasil, yaitu kemenangan untuk kita semua,” kata Dadang.
Menurut Kang DS, sapaan Dadang Supriatna,, harapan besar masyarakat akan lahirnya perubahan, merupakan tantangan berat penuh dinamika yang harus diwujudkan bersama-sama. Diperlukan persatuan dan kolaborasi dari seluruh elemen masyarakat, namun ia meyakini perubahan akan dapat dihadirkan demi kebaikan bagi masyarakat.
“Terlebih, momentum pelantikan ini dilaksanakan pada bulan Ramadan. Bulan yang bagi umat muslim, adalah bulan yang penuh ampunan dan keberkahan. Juga dikenal dengan istilah ‘syahrul khoir’ dan ‘syahrul muwasat, bulan pertolongan dan kebaikan. Semoga spirit Ramadan, menjadi ruh yang mewarnai pembangunan Kabupaten Bandung ke depan,” tutur Kang DS.
Kang DS juga mengatakan, sudah satu tahun lebih bangsa Indonesia hidup dalam situasi prihatin akibat pandemi Covid-19. Dalam melaksanakan pembangunan pada situasi tersebut, ia mengajak semua pihak untuk kembali pada nilai-nilai mulia dari leluhur urang Sunda.
“Dalam menghadapi krisis ini, dan dalam melaksanakan pembangunan di Kabupaten Bandung, mari kita balik ka Bandung, kita kembali pada nilai-nilai mulia yang diajarkan leluhur kita. Nilai-nilai luhur urang Sunda,” serunya.
Secara historis, kata dia, balik ka Bandung sama halnya dengan balik ka indung, kembali pada asal yang melahirkan. Jati diri kita haruslah laksana seorang Ibu. Sifatnya nyaahan, deudeuhan, penuh empati dan kasih sayang, serta memiliki jiwa solidaritas tinggi pada sesama. Inilah yang akan menjiwai roda pemerintahan di Kabupaten Bandung. “Hayu urang balik ka Bandung,” ajak Kang DS.
Dalam kepemimpinannya, terang Kang DS, Kabupaten Bandung akan dikelola dengan prinsip ‘citizen first’, yaitu mendahulukan kepentingan rakyat. Pada prinsipnya, pemimpin menurut dia adalah ‘khodimul ummah’ atau pelayan rakyatnya.
Pemimpin yang baik, lanjutnya, harus bisa melayani rakyat dengan segenap kasih sayang dan kemampuan yang dimiliki. Pemimpin yang baik, bukanlah pemimpin yang minta dilayani dan dielu-elukan.
“Dalam spirit urang Sunda, kepemimpinan model ini ada dalam pribahasa ‘ngumawula ka wayahna, teu adigung kamagungan, teu paya diagreng-agreng’. Artinya menyatu manunggal dengan rakyat, tidak tinggi hati dan tidak suka dimanjakan dengan kemewahan,” lanjut Kang DS.
Ia berharap ke depan tidak ada lagi antrian warga saat mengurus dokumen administratif. Untuk itu ia akan memprioritaskan program digitalisasi pelayanan publik.
Prinsip ‘miindung ka waktu, mibapa ka jaman’, menurutnya dapat diartikan bahwa kita harus bisa mengadaptasi semua jenis perkembangan teknologi, terutama dalam menghadirkan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Dalam gelombang perubahan di Kabupaten Bandung, menuju kota yang maju dan sejahtera, ia akan membangun penanda-penanda kota, taman, jalan, sekolah, rumah sakit dan fasilitas pelayanan publik yang membanggakan, tanpa melupakan identitas sebagai urang Sunda.
“Balik ka Bandung sekali lagi adalah, kembali ke akar budaya dan identitas sebagai urang Sunda. Yang terkenal dengan filosofi silih asah, silih asih, silih asuh. Sareundeuk saigel, sabobot sapihanean, sabata sarimbagan,” paparnya.
Sebagai pemimpin, krisis adalah ujian kepemimpinan. Sedangkan bagi masyarakat, krisis adalah ujian kemanusiaan. Pemimpin harus patuh pada hukum, berbakti pada negara dan melibatkan warga dalam setiap pengambilan keputusan. Sebagaimana tercantum dalam prinsip agama Islam, ‘tasorroful imam ala ro’iyyah manuthun bil maslahah’, yang artinya keputusan pemimpin harus senantiasa berlandaskan pada kemaslahatan rakyatnya.
Dalam spirit budaya Sunda, tidak ada hal lain yang paling tepat untuk dilakukan saat ini, kecuali ‘paheuyeuk-heuyeuk leungeun, paantay-antay panangan. Bergandengan tangan, bergotong royong dan welas asih. Berkolaborasi dalam membangun kabupaten yang kita cintai ini,” ajaknya.
“Hayu urang balik KaBandung. Kembalikan marwah dan kehormatan Kabupaten Bandung sebagai daerah asal mula berkembangnya kawasan Bandung Raya. Hayu urang Balik Ka Bandung, kembali pada jati diri urang Sunda, sebagai manusia yang terhormat dan berkarakter. Hayu urang Balik Ka Bandung, bersama-sama melakukan gelombang besar perubahan untuk terciptanya Kabupaten Bandung yang BEDAS! Bangkit, Edukatif, Dinamis, Agamis dan Sejahtera,” ungkap Bupati Bandung.*** [R-07]