BANDUNG, WR- Balada hidup seseorang tidak ada yang bisa menerka. Contohnya pria ini.
Dia bernama Sholeh Ruswana Faridz. Pria kelahiran Brebes, Jateng, 25 Agustus 1972, kini eksis di Bandung. Namanya makin melejit saat disebut langsung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Ketua umum Partai Demokrat itu merasa bangga sekaligus puas dengan hasil karya Sholeh yang nama bekennya menjadi Mas De.
Ya. Dialah pelukis cepat yang pada Kamis, 3 Juni 2021, membuat AHY kagum dengan karya lukisnya. Pertama, lukisan cepat dalam waktu 1,5 jam yang dimulai dari goresan spontan AHY berupa huruf hijaiyah Alif.
Goresan spontan itu bertransformasi jadi lukisan pohon bunga yang indah dan rindang. Kedua, AHY bangga dengan bonus sebuah lukisan bserseragam TNI saat dirinya berpangkat kapten.
“Saya melukis sebenarnya dalam kondisi kurang tidur. Lagi lulungu keneh,” ucap Mas De kepada Warta Rancage.
Sehari sebelum AHY berkegiatan di Gedong Sabilulungan Soreang, Kabupaten Bandung, Mas De dihubungi Ade Merun (Ade Supriadi), suruhan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi. Diminta jadi pelukis cepat saat acara AHY.
“Malam Kamis, sampai jam dua dinihari saya masih WA-an sama Ade Merun,” paparnya. Saat itu Mas De lagi menyiapkan bingkisan berupa lukisan AHY pakai seragam TNI.
Pelukis otodidak dari Kampung Jelekong, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung itu berjibaku dengan waktu. Sebab, Kamis siang harus kembali beraksi dalam lukisan cepat dari goresan spontan AHY.
“Jam 10 pagi saya dijemput Ade Merun, diajak ke Gedong Sabilulungan. Saya masih kurang tidur. Sorot mata saya dan ekspresi masih lulungu,” jelasnya.
Pukul 13. WIB, AHY beraksi dengan goresan huruf Alif. Mas De sempat bingung karena AHY menanyakan warna biru. Cat warna tersebut tertinggal di rumahnya di RT 07 ,RW 03, Jelekong.
“Karena warna biru tidak ada, saya siapkan campuran merah, hijau, dan sedikit putih. Jadilah warna yang menurut Mas AHY jadi semu biru,” papar Mas De.
Dia kemudian melanjutkan huruf Alif dari AHY menjadi pohon bunga yang rindang dan indah. “Filosofinya biar Mas AHY dan Demokrat disenangi dan jadi tempat berlindung dari panas terik oleh siapa pun,” katanya.
Faktor spontan mendorong Mas De jadi “murtad” dari aliran lukisan yang digelutinya. Dia sebenarnya beraliran ekspresionisme, tapi demi AHY berubah jadi realisme.
“Mas AHY bilang ke saya merasa puas dan ingin cepat-cepat pulang agar bisa memasang dua lukisan itu di rumah,” papar Mas De.
Dia mengaku belajar otodidak menjadi pelukis. SD, SMP, dan MA Bantarkawung, diselesaikan di Brebes. Ayahnya cuma seorang petani yang tidak ada darah seni sama sekali.
“Uwak saya di Surabaya yang keluarga pelukis,” kenangnya. Meski begitu, Mas De sering ikut lomba melukis yang mengharumkan nama sekolah. Dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga Provinsi Jateng.
Lulus Madrasah Aliyah dia tidak jadi pelukis. Maklum harus membantu orang tua mencari nafkah. Yang dilakukannya adalah jadi pedagang asong di terminal atau pasar.
Dia kemudian hijrah ke Bandung dan bekerja di sebuah pabrik di Palasari, Kabupaten Bandung. Di sana dia mulai berkenalan dengan komunitas para seniman dari ITB, UPI, dan STSI.
“Saya tidak cocok bekerja karena diatur jam kerja dan disuruh-suruh. Saya kemudian memutuskan menggeluti bidang lukis,” jelasnya.
Bakatnya kembali muncul setelah menikah dengan Eti Rohaeti yang asli Jelekong. Dari pernikahannya dengan guru TK jebolan STAI Yamisa Bandung itu lahir Helda Fitria Wahyuni (lulusan keperawatan Unpad) dan Luthfi Azhari Putra yang kini semester 5 Manajemen Bisnis di Universitas Langlangbuana.
“Kedua anak saya bisa melukis. Tapi tidak ada satu pun yang kuliah di bidang seni,” katanya.
Komunitas pelukis Jelekong adalah basis seni rupa terbesar di Jawa Barat. Sayang saat ini kondisinya lagi memprihatinkan. Akibat daya beli anjlok dan situasi pandemi.
“Banyak pelukis yang alih profesi jadi tukang bangunan dan kerja serabutan,” ungkapnya. Mas De bisa bertahan karena punya sedikit level kolektor. “Sedih sebenarnya,” ucap Mas De lirih. (R-03)