BANDUNG, WR- Dunia berubah cepat khususnya dalam bidang bisnis dan teknologi. Pada gilirannya jadi tantangan kampus dalam mencetak lulusan.
“Dulu orang bisa jadi direktur utama atau CEO di perusahaan saat usia 50 tahun lebih. Saat ini banyak anak muda jadi owner bisnis dan CEO di usia 25 tahun,” tegas Dr Dede Yusuf Macan Effendi, ST, M. Ipol saat memberi kuliah umum di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, 8/9/2021.
Dede didaulat jadi guest lecture di Program Studi Pendidikan Masyarakat (Penmas), Fakultas Ilmu Pendidikan. Dilakukan secara virtual dan diikuti mahasiswa S1, S2, dan S3 serta para staf pengajar Penmas.
Topiknya Menuju Indonesia Emas; Peran dan Peluang Dunia Pendidikan di Era Disrupsi Ekonomi. “Kita ingin dapat pencerahan dari guest lecture bagaimana tantangan dan peluang dunia pendidikan di era 4.0 ini,” papar Ketua Departemen Penmas UPI Dr Asep Saepudin, M. Pd.
Dede Yusuf yang juga wakil ketua Komisi X DPR ini minta UPI melakukan inovasi dan perubahan dalam metode pembelajaran. Sebab dunia begitu cepat berubah lewat artificial intellegent (AI) dalam bentuk komputerisasi, robotisasi, dan digitalisasi.
Era industry 4.0 dan society 5.0, lanjut mantan wakil gubernur Jabar ini, banyak siswa dan mahasiswa yang lebih mengandalkan belajar dari mesin pencari. Sebab, materi belajar seolah ada semua di sana.
Mudah diakses dan gampang dipahami. “Ah saya tidak perlu belajar dari guru dan dosen. Toh semua ada di mesin pencari,” kilah Dede menirukan sikap sebagian pelajar dan mahasiswa.
Di situlah tantangan bagi para pengajar untuk melakukan inovasi. Staf pengajar bukan saja transfer ilmu tapi juga menciptakan ruang bagi tumbuh kembang soft skill.
Para lulusan perguruan tinggi, papar politikus Partai Demokrat berlatar aktor laga ini, harus dibekali kemampuan non-akademik seperti kecakapan komunikasi sehingga mudah bergaul dan presentasi.
Kemudian belajar organisasi sehingga terbiasa bekerja sama dan kolaborasi. “Ingat, tidak ada orang hebat bekerja sendirian. Orang hebat adalah yang mampu bekerja sama, kolaborasi dan terbiasa mengambil keputusan,” tandasnya.
Dede yang baru lulus doktoral dari program studi Administrasi Publik Unpad ini menilai lulusan kampus jangan cuma nenteng nilai bagus di ijazah. Tapi harus jadi lulusan yang mampu problem solving.
“Soft skill bahasa jadi penting karena di era global ini semua bisa bekerja dan berprestasi di negara mana pun,” tandasnya. Orang Indonesia bisa bekerja di luar negeri. Sebaliknya, kita tidak mungkin menolak orang asing bekerja di Indonesia.
Salah satu yang disorot Dede adalah kecenderungan anak muda yang cepat tampil mengendalikan bisnis. Baik skala nasional maupun internasional.
Sebelum ini, orang jadi direktur utama selalu berciri usia lanjut. Kalau tidak 50 tahun, setidaknya 40-an. Kemudian bergeser ke usia 30-an yang jadi pemimpin perusahaan atau terpilih dalam Pemilu dan Pilkada.
“Sekarang ini usia 25 tahun bisa jadi owner dan CEO di sebuah perusahaan,” kata Dede.
Dengan mudah orang bisa punya perusahaan sendiri. Kantornya di rumah dan produk cukup di gudang. Lalu karyawannya ibu, bapak, dan saudaranya. Produksi sendiri atau jadi reseller. Menggunakan platform bisnis online dan aplikasi.
“Bermodal internet dan smartphone orang bisa punya kartu nama dengan status CEO dari sebuah perusahaan,” jelasnya. Hal itulah yang banyak terjadi saat ini. Omzetnya ratusan juta bahkan miliaran.
Dede percaya UPI bisa mengambil kesempatan perubahan yang demikian cepat. Sebab, UPI memiliki akar sejarah kuat dalam melahirkan para agen perubahan.
“Khusus bagi program studi Penmas saya berpandangan tetap akan selalu ada dan makin diperlukan di setiap periode zaman,” pungkas Dede. (R-03)