BANDUNG, WR- Asesmen Nasional (AN) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) dilakukan serentak di seluruh Indonesia. Hari terakhir dilakukan monitoring dan evaluasi (monev).
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi melakukan monev di dua SD. Yakni SDN 04 Soreang dan SDN Sukajadi, Kabupaten Bandung. Pelaksanaan AN berbasis komputer (ANBK) kedua sekolah itu menumpang di SMPN 1 Soreang.
Hasil monev dilanjutkan FGD (focuss group discussion) di Hotel Sutan Raja Soreang. Pesertanya sejumlah guru, kepala sekolah, komite sekolah, dewan pendidikan, DPRD, Disdik, dan penggiat pendidikan.
Hadir Kadisdik Kabupaten Bandung Rully Hendarsyah dan peneliti dari Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar) Kemendikbud Ristek Dr Eviana Hikamudin, S. Pd.
“Tahun ini pertama kali AN untuk sekolah dasar,” ujar Eviana. Di seluruh Indonesia terdapat 280 ribu sekolah (SD, SMP, SMA/sederajat) melakukan asesmen nasional.
“Ini terbesar di dunia. Di Eropa dan Australia tidak ada Asesmen Nasional sebanyak ini,” tegasnya. Di Australia, sekolah yang mengikuti AN cuma beberapa sampel dari negara bagian saja.
Dijelaskan, AN berbeda jauh dengan UN. Jika UN menentukan kelulusan dan menguji individu dari sejumlah mata pelajaran, AN hanya survey untuk pemetaan sistem pendidikan nasional.
“Yang mengikuti AN cuma sekolah tertentu. Kemudian sampel siswanya diambil secara acak. Begitu juga gurunya. Hasil AN juga tidak menentukan kelulusan, tapi memotret peta pendidikan,” ungkap Eviana.
Dede Yusuf menyebut siswa yang mengikuti AN tampak enjoy. Berbeda dengan masa UN dulu yang sangat menakutkan bagi siswa dan orang tua. Bahkan segala cara seolah ditempuh peserta UN. Termasuk guru dan orang tua ikut stres.
“Tadi saya tanya peserta yang lagi AN. Mereka mengaku enjoy dan tidak ada kesulitan dalam menjawab soal-soal. Yang sulit justru kita yang melihat. Itu mungkin karena faktor usia dan pandangan mata kita,” papar Dede.
Politikus Partai Demokrat dari Jabar II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) ini pelaksanaan AN jauh dari curang. Sebab tidak jadi syarat raih ijazah.
“Saat UN setiap kepala daerah melakukan berbagai cara agar lulus 100 persen,” tandas wakil gubernur Jabar periode 2008-2013 ini.
Dede juga menyinggung biaya UN yang menguras APBN hingga ratusan miliar hanya untuk cetak soal. “Jika ditambah biaya bimbel dan try out, bisnis di balik UN mencapai triliunan,” kilahnya.
Dalam FGD tersebut Dede menyinggung sosok Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim. Nadiem sebagai sosok yang visinya melompat jauh ke depan.
Hal tersebut sangat positif dan perlu didukung. Walau memang terkadang membuat jajaran Kemendikbud Ristek keteteran mengikuti ritme Nadiem.
“Tugas saya juga menjaga agar ngebutnya Nadiem dalam perubahan sistem dan paradigma pendidikan di Indonesia tidak membuat jungkir balik,” katanya.
Nadiem terbukti sukses dalam dunia digital seperti halnya ekosistem Gojek yang didirikannya. Meski begitu, Dede menyebut Nadiem tidak boleh melepas rem sama sekali.
“Ngebutnya Nadiem tidak boleh menyebabkan jungkir balik. Kalau lepas rem bisa seperti kecelakaan mobil di tol yang menyebabkan artis meninggal itu,” ungkap Dede. (R-03)