BANDUNG, WR- Setelah enam bulan dibahas, RUU Keolahragaan akhirnya tuntas. Dan disahkan DPR menjadi undang-undang di masa pandemi.
Semangat awal adalah revisi UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). Pembahasan dilakukan sebuah panitia kerja (Panja) Komisi X DPR. Ditunjuk sebagai ketua Panja adalah Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf Macan Effendi (Jabar II/Fraksi Partai Demokrat).
Di akhir pembahasan dicapai kesepakatan baru fraksi-fraksi DPR bersama Menpora Zaenudin Amali atas nama pemerintah. Bukan lagi revisi undang-undang, tapi menjadi undang-undang baru. Namanya pun berubah jadi UU Keolahragaan.
Pembahasan diiringi beberapa dinamika dan perdebatan tajam. Tarik ulur kerap terjadi setiap suatu isu dibahas. Namun pada akhirnya perbedaan bisa ditemukan akar permasalahannya. “Perbedaan itu terjadi karena adanya semangat untuk memperbaiki kemajuan olahraga di Indonesia,” ujar Dede Yusuf.
Rapat paripurna pengesahan RUU tersebut dipimpin Wakil Ketua DPR Lodewijk F. Paulus bertempat di Gedung Nusantara II, Selasa (15/2/2022). Rapat dilakukan secara daring dan luring.
Menurut Dede Yusuf, UU ini sama sekali tidak mengandung pesan adanya ego sektoral. Atau cuma menguntungkan satu lembaga. Melainkan menjunjung tinggi kepentingan bangsa dalam hal dunia olahraga dan kebugaran.
Secara garis besar UU Keolahragaan mengatur olahraga masyarakat, olahraga prestasi, dan olahraga pendidikan. Setiap peran pemerintah dan pemerintah daerah diatur baik dalam kebijakan maupun dukungan anggaran.
Sebelum disahkan jadi undang-undang, tercatat ada 861 daftar inventarisasi masalah (DIM). Dengan perincian 191 DIM tetap (tidak diubah dari UU SKN), diubah redaksi 39 DIM, diubah substansi 121 DIM, dihapus 123 DIM, dan 387 DIM usulan baru.
Banyaknya pasal dan ayat yang mencerminkan usulan baru itulah sehingga DPR dan pemerintah sepakat RUU Keolahragaan sebagai undang-undang baru.
Menpora Zaenudin Amali menyebut sejumlah hal krusial yang telah disepakati selama pembahasan RUU SKN. Antara lain, penetapan kebijakan keolahragaan nasional berupa Desain Besar Olahraga nasional (DBON).
Kemudian ruang lingkup olahraga, pengembangan olahraga yang berbasis teknologi digital, penegasan tugas, fungsi, dan kewenangan kelembagaan Komite Olahraga Nasional, Komite Olimpiade Indonesia, dan Komite Paralimpiade Indonesia.
Diatur juga penyaluran bantuan pendanaan langsung ke IOCO, pengaturan mengenai penonton dan suporter olahraga serta olahragawan sebagai profesi. (R-03)