BANDUNG, WR- Pelaku ekonomi kreatif di era digital dituntut peras otak. Sebab perlu memajang dan memasarkan produk yang tidak biasa.
Selain enak, produk harus punya daya tarik secara visual. “Kekuatan produk akan ditentukan pada 10 Detik pertama,” ucap Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi.
Dede menyampaikan hal itu dalam bimbingan teknis Digital Marketing bagi Pelaku Ekonomi Kreatif di Kabupaten Bandung Barat. Acara dipusatkan di Hotel Novena Jl Setiabudi, Lembang.
Hadir juga Jemmy Alexander (koordinator edukasi 2 Direktorat Pengembangan SDM Ekonomi Kreatif Kemenparekraf), Heri Partomo (kepala Disparbud KBB), dan Gede Putu Wiranegara (dosen Fikom Universitas Budiluhur Jakarta).
Tampak juga dua tenaga ahli dari Komisi X DPR, yakni M. Akhiri Hailuki dan Saeful Bachri. Acara diikuti 100 pelaku ekonomi kreatif KBB.
Dede Yusuf bercerita masa lalu dan era digital. Sebelumnya orang habiskan 1-2 jam nonton di depan televisi. Atau pegang dan baca koran minimal 15 menit.
“Sekarang orang dapatkan informasi dan tontonan di medsos. Yang berkuasa adalah jari kita,” katanya. TV dan koran sudah ditinggalkan.
Politikus Demokrat berlatar aktor ini menyebut kekuatan visual akan menentukan seseorang berlama-lama di medsos. Semakin menarik dan unik akan mendorong orang melihat produk lebih lama.
“Pada 10 detik pertama visual produk harus indah, menarik, dan merangsang mata,” ucap wakil gubernur Jabar periode 2008-2013 ini.
Begitu merangsang mata, orang akan bertahan melihat produk hingga 3-5 menit. Di situlah pentingnya membuat videografi yang kreatif dalam memasarkan produk via online.
“Jika kita kreatif tidak perlu memakai para artis atau tokoh terkenal untuk endorse produk,” tandasnya.
Wakil rakyat dari dapil Jabar II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) ini menyebut pelaku usaha yang tidak produk tidak usah khawatir. Sebab, jasa juga bisa dijual via online seperti memasarkan fitness, senam, dan yoga. Bahkan les privat juga bisa dipasarkan secara online.
“Bagi yang berniat jadi politisi juga harus memasarkan dirinya. Sebab tidak akan dipilih jika tidak dikenal orang,” kata Dede.
Tokoh publik mulai dari ketua RT, kepala desa, bupati, walikota, gubernur anggota legislatif, hingga presiden kini semuanya eksis di media sosial. Tampilan foto dan videografi menjadi modal utamanya.
“Medsos sekarang isinya para politisi dan para menteri. Begitu juga para hubernur, bupati dan walikota,” ungkap Dede. (R-03)