BANDUNG, WR- Masalah guru kembali mencuat. Kali ini disuarakan oleh mereka yang menamakan diri Forum Guru Eks PLPG 2016. Mereka menuntut hak sertifikat pendidik.
Ada 11 guru yang datang dari berbagai daerah ke Komisi X DPR untuk mengadukan nasibnya. Mereka datang dari NTT, Sultra, Bengkulu, Aceh, dan beberapa daerah dari Jawa pada Senin, 23/5/2022.
Rombongan diterima Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi (Partai Demokrat) dan sejumlah politikus Senayan. Seperti Andreas Hugo Pareira (PDIP), Moh Haerul Amri (Nasdem), dan Muhammad Kadafi (PKB).
Pokok persoalan disampaikan Ngatijan, S. Pd selaku ketua Forum Guru Eks PLPG 2016. Dari sekitar 12.000 guru yang mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), ada 5.000 yang nasibnya tidak jelas.
“Harapan dan tuntutan kami adalah Pemerintah segera memberikan sertifikat pendidik bagi kami. Jangan digantung enam tahun lebih tanpa kejelasan,” ucap Ngatijan. Mereka mengakui jujur tidak lulus UTN (ujian tulis nasional) yang dilakukan di akhir PLPG.
“Mengapa tidak lulus? Banyak di antara kami yang sudah mau pensiun. Kami datang dari pelosok daerah dengan masa pengabdian lebih 20 tahunan. Tiba-tiba harus ikut UTN pakai komputer. Pegang mouse saja gemetaran,” jelas Ida Royani Eba Akoit, S. Pd.
Dijelaskan, PLPG dilakukan 90 jam pelajaran dengan sekitar dua Minggu. Di akhir pelajaran ada UTN dengan 100 soal pilihan ganda. Standar kelulusannya minimal 80 soal benar.
“Kami merasa tidak adil karena tahun sebelumnya cukup benar 40 soal. Bahkan tahun-tahun sebelumnya lagi cukup dengan penilaian portofolio,” tegasnya.
Ida mengaku hatinya tersayat setiap kali mendengar kata “cair” dari rekan kerjanya di sekolah. Guru yang punya sertifikat pendidik berhak atas tunjangan profesi. Nilainya sekitar Rp 3 juta yang dibayarkan per triwulan. Setiap cair tunjangan profesi, seorang guru setidaknya akan dapat Rp 9 juta.
“Sementara kami yang belum dapat serdik (sertifikat pendidik) dapat tunjangan non-serdik Rp 250 ribu. Itu pun sekarang sudah delapan bulan belum cair,” kata Ida Akoit.
Guru SMP dari NTT itu mengaku mencintai profesinya sebagai guru. Segala rintangan dilalui demi pengabdian mencerdaskan bangsa. “Tapi tiap kali mendengar kata cair hati ini tersayat pilu. Mengapa kami tidak mendapatkan serdik,” tandas Ida sembari menyebut gelar S. Pd bukankah kepanjangan sarjana penuh derita.
Syafarudin Tanjung, S. Pd dari Bengkulu menyebut PLPG merugikan pihaknya. Sebab ketentuan yang diatur dalam Permendikbud itu cuma berlaku delapan bulan. Setelah itu direvisi lewat Permendikbud No 37/2017 yang mengatur sertifikasi guru tidak lagi lewat PLPG. Melainkan melalui pendidikan profesi guru (PPG).
“Ada teman saya sampai akhir hayatnya tidak pernah ada kejelasan. Sebelum meninggal masih bertanya bagaimana nasib mendapatkan sertifikat pendidik,” ujar Syafaruddin.
Para guru yang hadir mengaku bangga bisa diterima secara terhormat oleh Komisi X. Perjuangan panjang dan tidak mudah. Termasuk urunan dari para guru agar perwakilan mereka bisa berangkat ke Senayan.
“Kami bisa berada di sini di hadapan anggota dewan yang terhormat atas dorongan para guru. Mereka menyumbang ada yang 100 ribu,” ucap Ida Akoit.
Dede Yusuf mengaku trenyuh dan kehabisan kata-kata mendengar keluhan para guru. Dia bisa merasakan bagaimana kegetiran Eka PLPG menantikan kejelasan nasib dan statusnya. “Dua tahun saja menunggu pasti berat. Ini sampai enam tahun,” tegas wakil rakyat dari dapil Jabar II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) ini.
Dede bersama koleganya di Komisi X sependapat agar ada treatment khusus bagi guru eks PLPG 2016.
“Kita mendesak Pemerintah agar memberikan kesempatan kepada guru eks PLPG 2016 yang belum lulus UTN untuk mendapatkan sertifikat pendidik melalui jalur penilaian portofolio,” tegas Dede.
Hasil rapat dengar pendapat umum (RDPU) tersebut akan disampaikan kepada Kemendikbud dan Ristek. (R-03)