BANDUNG, WR- Tidak asal respons. Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf memberi persepektif lain terkait heboh tarif objek wisata Borobudur.
Menurut legislator Fraksi Partai Demokrat ini, penetapan tarif sebuah objek wisata harus berdasar kajian. Termasuk membandingkan dengan tarif serupa di negara lain.
Prinsip lainnya harus ada keadilan dan tanpa diskriminasi. “Bukan sekadar dibatasi. Yang boleh naik bayar sekian, akhirnya kita melakukan yang namanya diskriminasi,” kata Dede di Jakarta (6/6/2022).
Dede minta Pemerintah melakukan kajian terlebih dahulu sebelum mengumumkan kenaikan tarif wisata di situs Candi Borobudur. Sebab, dalam pandangan Dede, tarif yang diumumkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) terbilang sangat mahal. Termasuk jika dibandingkan dengan tujuani wisata budaya dan sejarah yang ada di dunia.
LBP sebelumnya menyebut wisatawan lokal yang mau naik ke puncak Candi Borobudur harus membayar Rp 750 ribu. Sementara wisatawan mancanegara USD 100. Ucapan LBP kontan memicu kontroversi. Netizen sampai ada yang membandingkan dengan UMR Yogyakarta yang cuma Rp 1,8 juta.
“Tarif semahal itu saya coba mempelajari di berbagai negara lain,” ujar wakil gubernur Jabar periode 2008-2013 ini.
Dia beber seperti Candi Angkor Wat di Kamboja, Piramida di Mesir, Tajmahal di India, dan Menara Eiffel di Prancis. “Berbagai peninggalan ratusan tahun, ribuan tahun berapa sih biayanya? Rata-rata biaya masuknya itu 25-70 dolar. Di sana tidak dibagi internasional dan nasional kan. Kalau kita naik jadi 100 dolar berarti jadi yang termahal di dunia, kalau untuk wisatawan internasional,” papar Dede.
Jika bandingannya wisatawan lokal, Dede menyebut tetap kemahalan. Sebab, tarif Rp 750 ribu itu sama dengan dengan kurang lebih USD 50. “Tetap lebih mahal daripada Angkor Wat dan Piramida,” tambahnya.
Wakil rakyat dari dapil Jabar II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) ini menyebut, pemdekatan kenaikan tarif bukan solusi untuk mengatasi permasalahan di Candi Borobudur.
“Kalau alasannya adalah mencegah jumlah orang naik, itu nggak bisa pendekatannya financial uproach bisa juga pendekatannya dengan sistem schedule tour”.
Misalnya, jadwal naik hanya sampai pukul 09. Kemudian dibuka lagi pukul 13. Itu pun harus berkelompok. Satu grup misalnya 50-100 orang.
“Jadi orang antre untuk ke atas,” beber Dede. Saat menunggu antre, wisatawan bisa kuliner, belanja, menikmati alam terbuka berupa spot foto, dan atraksi budaya..
“Jadi bukan sekadar naik, foto-foto dan selfi. Tapi wisata edukasi, karena yang naik schedule group, termasuk dibimbing sama tour leader sambil dijelaskan semua,” imbuhnya.
Aspek edukasi jauh lebih penting daripada sekadar ribut komersialisasi. Pengunjung mendapat pengetahuan tentang konservasi, sejarah, literasi, dan budaya.
Manajemen Candi Borobudur memberi klarifikasi bahwa yang rencana naik adalah tarif untuk ke atas candi. Sementara tiket masuk lokasi tetap Rp 50 ribu. Khusus pelajar Rp 5 ribu per orang. (R-03)