BANDUNG, WR- Media sosial bukan saja jadi sarana komunikasi. Tapi bisa lebih dari itu. Yakni jadi media untuk ikut mengubah sebuah kebijakan.
Setidaknya itulah yang dialami oleh Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi. Politikus Partai Demokrat ini merasa terbantu sekali oleh media sosial seperti TikTok.
“Terakhir saya share di TikTok soal guru-guru korban PLPG yang nasibnya enam tahun tanpa kepastian,” jelas Dede dalam acara Bimbingan Teknis Optimalisasi Media Digital Dalam Promosi Event Daerah.
Acara dilaksanakan di Hotel Puri Khatulistiwa Jatinangor, Sumedang pada Jum’at (10/6/2022). Kegiatan dari Kemenparekraf tersebut diikuti para pelaku industri pariwisata di Kabupaten Bandung.
Hadir sebagai pembicara Hafiz Agung Rifai (koordinator bidang strategi dan promosi event daerah Kemenparekraf), Aten Sonadi (sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bandung), dan Slamet Usman Ismanto (staf pengajar Administrasi Publik Unpad).
Hadir juga tenaga ahli Komisi X DPR M. Akhiri Hailuki dan Saeful Bachri. Acara berlangsung hangat karena bertepatan 10 Juni yang banyak diperingati sebagai hari sosial media.
Sosial media, papar Dede Yusuf sangat efektif dalam mempengaruhi sebuah isu. Dalam kasus terakhir yang disuarakan di TikTok, Dede mengaku unggahannya direspons cepat.
“Soal nasib guru eks PLPG, dalam semalam dilihat lebih dari satu juta orang,” katanya.
Dia juga cerita saat bertemu pelaku industri pariwisata di Bali yang terpukul hebat akibat pandemi. Banyak usaha gulung tikar. Tak sedikit korban PHK akibat pariwisata Bali benar-benar hancur.
“Mereka menemui saya sampai nangis-nangis. Saya coba angkat ke TikTok bagaimana protoko pandemi tanpa harus mematikan pariwisata,” jelas wakil rakyat dari dapil Jabar II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) ini.
Tayangan soal pariwisata Bali tersebut mendapat viewer lebih dari 3,5 juta. Dan pesan moral dari tayangan di akun TikTok @ddyusuf66 itu, pemerintah mengubah kebijakan soal protokol Covid-19.
Dede juga mengunggah soal museum ke medsos TikTok. Lagi-lagi, cuma dalam sehari dapat sejuta lebih viewer.
“Mohon maaf saya ini bukan tipe orang yang bikin lucu-lucuan di media sosial agar dapat viewer banyak,” ungkap Dede.
Tanpa harus jadi lucu-lucuan, jika isunya tepat dan masalah yang diperjuangkan adalah kepentingan masyarakat, Dede meyakini akan mendapat respons cepat dan tepat oleh publik.
Terkait hal itulah, Dede mendorong insan pariwisata memanfaatkan media sosial untuk memasarkan pariwisata. “Jangan khawatir karena tidak bisa lucu-lucuan. Sebab yang lucu-lucuan juga belum tentu efektif,” tandasnya. (R-03)