BANDUNG, WR- Petaka pilu terjadi di pertandingan Persib lawan Persebaya Surabaya. Dua bobotoh meninggal dunia saat menonton big match tersebut di Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).
“Saya mendapat banyak laporan dan pertanyaan, bagaimana bisa dua orang suporter Persib meninggal di GBLA,” jelas Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi di Ciwidey, Kabupaten Bandung (18/6/2022).
Dede mengaku kaget sekaligus sedih banget dengan kejadian tersebut. Sebab, dirinya di Komisi X baru saja memimpin pengesahan Undang-Undang No 11/2022 tentang Keolahragaan. Dalam UU tersebut pertama kalinya diatur soal suporter olahraga.
“Setelah saya telusuri, dua bobotoh meninggal karena terinjak-injak saat masuk stadion,” kata Dede. Tadinya dikira ada insiden bentrok antarsuporter. Tapi ternyata karena kisruh saat masuk GBLA.
“Informasinya panitia menjual 15 ribu tiket tapi yang masuk stadion 30 ribu orang. Di sini masalahnya,” papar Dede yang saat jadi wakil gubernur menjadi bidan kelahiran Persib sebagai klub profesional ini.
DPR dan pemerintah saat menyusun UU Keolahragaan, lanjut Dede, telah memikirkan bagaimana olahraga jadi sport tourism. Di dalamnya diatur termasuk organisasi suporter agar sebuah pertandingan sepak bola bisa aman dan nyaman dinikmati segala umur. Bahkan jadi tujuan wisata yang mendatangkan devisa.
“Saya membayangkan bagaimana jika ada anak-anak perempuan yang mau nonton Persib? Saya sedih dan kaget banget dengan kejadian tadi malam,” kata Dede.
Suporter dalam olahraga, termasuk di sepakbola, kata Dede telah diatur dalam UU. Tujuannya agar ada aspek perlindungan seperti asuransi dan rasa tanggung jawab dari pemangku kepentingan. “Kalau terjadi sesuatu biar ada rantai tanggung jawab,” tegasnya.
Dede minta semua pihak melakukan evaluasi. Sebab, akan makin banyak event olahraga yang mendatangkan suporter. “Pemerintah harus segera menyiapkan peraturan turunan dari Undang-Undang Keolahragaan agar kejadian tadi malam tidak terulang,” tandasnya.
Sebelum lahir peraturan turunan, Dede berharap pemerintah bersama asosiasi (PSSI dan klub) melakukan sosialisasi. Targetnya tidak kembali jatuh korban.
Pengamat kebijakan publik dari Unpad Prof Dr Asep Sumaryana menyebut yang terjadi di GBLA sebagai bentuk penyimpangan administrasi publik. “Tiket untuk 15 ribu orang tapi yang masuk stadion 30 ribu orang. Mungkin karena banyak tiket keriting dan bentuk pengawasan yang lemah,” jelasnya. (R-03)