BANDUNG, WR- Ngenes. Banyak objek wisata, tapi tidak memberi pemasukan bagi pendapatan daerah. Itulah yang dialami Kabupaten Bandung.
“Bisa dikatakan nol. Tidak ada sama sekali pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata,” ujar Jaki Hikmat Budiman, anggota DPRD Kabupaten Bandung di acara Kemenparekraf di Villa Kancil, Solokanjeruk,Rabu (20/7/1022).
Menurut anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Bandung dari Fraksi Partai Demokrat ini, pada 2002 PAD (pendapatan asli daerah) tercata sekitar Rp 1 triliun. “Hampir semuanya dari sektor pajak dan retribusi. Dari pariwisata bisa dikatakan nol,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi tampak kaget mendengar keluhan tersebut. Sebab, Kabupaten Bandung dikenal memiliki puluhan objek wisata unggulan.
Di kawasan Ciwidey saja ada Kawah Putih, Punceling, dan Glamping. Belum lagi objek wisata alam di wilayah Pangalengan. Begitu juga di Ciparay, Cicalengka, Nagreg, Ibun, dan Solokanjeruk.
“Ibu direktur, inilah suara di daerah. Banyak objek wisata tapi tidak memberi pemasukan bagi kas daerah. Sementara tanggung jawab penyediaan infrastruktur ada di pemerintahan daerah,” ujar Dede Yusuf.
Kebetulan di acara tersebut hadir Diah Martini M. Paham, direktur komunikasi pemasaran Kemenparekraf. Acara berlangsung di objek wisata Villa Kancil dengan tema Bimbingan Teknis Strategi Komunikasi Pemasaran Pariwisata Ekonomi Kreatif melalui Penguatan Konten Fotografi.
Acara hasil kolaborasi Kemenparekraf dan Disparbud Kabupaten Bandung. Hadir puluhan pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif.
Menuru Dede, Kabupaten Bandung tidak mendapatkan PAD sektor pariwisata karena mayoritas objek wisata berada di wilayah Perhutani dan PTPN. Pemasukan dan retribusi ditentukan oleh dua BUMN tersebut.
“Otomatis pemasukannya ke APBN, milik pemerintah pusat,” jelas politikus Partai Demokrat ini.
Direktur Komunikasi Pemasaran Kemenparekraf Diah Martini mengaku pihaknya baru saja melakukan inovasi kegiatan bimtek. Biasanya dilakukan di hotel, tapi kini berubah ke objek wisata.
“Inovasi ini terus terang atas usulan dan masukan dari Kang Dede,” kata Diah. Dia mengaku bersyukur punya pengalaman lain bahwa program kegiatan di deputi kementeriannya bisa juga dilaksanakan di objek wisata berbasis alam terbuka.
“Dulu saya berpikir, jangan hanya hotel yang dibangkitkan. Sebab industri pariwisata tidak hanya hotel,” papar Dede Yusuf mengenai alasan mendorong kegiatan Kemenparekraf tidak hanya di hotel. (R-03)