BANDUNG, WR- Berpantun sudah jadi tradisi baru para pejabat dalam pidato. Di Kemenparekraf bahkan sudah jadi keharusan.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi mengaku senang dengan perkembangan tersebut. “Tadi MC berpantun, pembaca doa berpantun. Pak Jemmy daan Pak Kadis juga berpantun, saya senang. Tapi saya tidak mau jadi follower,” ucap Dede Yusuf dalam acara Bimbingan Teknis Kemenparekraf di Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (27/8/2022).
Dalam acara tersebut hadir Jemmy Alexander dari Kemenparekraf, Kadisparbud Kabupaten Bandung Barat (KBB) Heri Partomo, Tenaga Ahli Komisi X DPR M Akhiri Hailuki, dan narasumber Munawar Azis.
Tercatat 100 peserta hadir. Unsurnya dari kelompok sadar wisata (Pokdarwis), generasi pesona Indonesia (Genpi), pelaku UMKM, mojang jajaka, dan masyarakat kuliner.
Menurut Dede Yusuf, para tokoh dan pemimpin formal seperti bupati/walikota harus mengembangkan pantun. Di masyarakat Sunda dikenal juga Cerita Pantun dan Sisindiran.
“Saya tidak mau jadi follower. Jadi izinkan saya mau berpantun Sunda, kata politikus Partai Demokrat ini.
Pantun Sunda, papar wakil rakyat dari dapil Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat ini ada ciri khas. Antara lain, heureuy (komedi) dan sedikit jorang (sedikit jorok).
Dede lantas membacakan tiga pantun Sunda. Peserta pun antusias. Selain tepuk tangan bergemuruh, peserta bimtek pun ketawa segar.
“Begitulah ciri khas pidato Sunda. Saya berhap para bupati dan walikota di Jabar jadi trendsetter juga dalam mengembangkan pantun Sunda atau Sisindiran. Bukan hanya pantun nusantara,” katanya.
Dede berharap pantun Sunda bisa dimulai dikembangkan di lingkungan Pemda KBB dan Kabupaten Bandung. Berikutnya bisa berkembang lebih luas lagi. “Jadi selain mahir berpantun nusantara, kita harus ngamumule Pantun Sunda juga sebagai kekayaan budaya bangsa,” kata ketua Dewan Pertimbangan DPD Partai Demokrat Jawa Barat ini. (R-03)