BANDUNG, WR- Implementasi Undang-Undang No 24/2019 tentang Ekonomi Kreatif (Ekraf) masih terkendala. Terutama dalam pengurusan hak kekayaan intelektual (HKI).
Beberapa bentuk HKI antara lain hak paten, merek, desain industri, hak cipta, indikasi geografis, rahasia dagang, dan desain tata letak sirkuit terpadu (DTLST).
“Untuk usaha mikro, pengurusan HKI adalah kendala tidak mudah. Di situlah pentingnya pemerintah daerah hadir,” ucap Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi dalam Sosialisasi Undang-Undang Ekonomi Kreatif di Grand Sunshine Soreang, Kabupaten Bandung (3/9/2022).
Menurut Dede, pemerintah daerah bisa memberi dukungan fasilitas, sosialisasi, hingga dukungan anggaran pendaftaran HKI.
“Bagi pelaku UKM apalagi yang mikro belum banyak tahu pentingnya mendaftarkan paten dan merek. Kalaupun merasa perlu, masalah teknis pendaftaran dan biaya jadi kendala,” ungkap wakil rakyat dari dapil Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat ini.
Kendala berikut masalah HKI adalah mekanisme perbankan. Selama ini, produk Ekraf belum ramah perbankan. ” Karya film, lagu, dan game hingga kini tidak bisa diagunkan ke bank untuk dapat permodalan. Padahal nilai ekonominya sangat tinggi,” tegas aktor laga dan sutradara film ini.
Ke depan, mekanisme perbankan harus makin ramah dengan produk Ekraf. Dengan begitu, akan lahir karya-karya inovasi dan kreasi anak bangsa di bidang Ekraf yang berkelas dunia. “Saat ini lebih laku SK ASN dan SK sertifikasi profesi guru untuk diagunkan ke bank dibandingkan karya Ekraf,” papar Dede.
Saat ini, pemerintah telah membuat aturan turunan dari Undang-Undang Ekraf. Yakni Peraturan Pemerintah No 24/2022 yang salah satunya mengatur pembiayaan Ekraf.
“Pemerintah harus duduk bareng sama industri perbankan agar produk Ekraf bisa didanai sama seperti jaminan investasi,” tandasnya. (R-03)
#dedeyusuf #ekraf #dpr #pdemokrat