JAKARTA, WR- Momen buka puasa bersama di rumah Soetrisno Bachir tak lepas dari nuansa politik. Maklum yang hadir adalah aktivis dari berbagai organisasi dan partai politik.
Tuan rumah dikenal sebagai saudagar Muslim asal Pekalongan. Saat ini menjabat ketua Dewan Pembina Keluarga Besar PII (Pelajar Islam Indonesia).
Soetrisno Bachir atau SB terakhir aktif di pemerintahan Presiden Jokowi sebagai ketua KEIN (Komite Ekonomi dan Industri Nasional) periode 2015-2020.
SB pernah lima tahun memimpin PAN dan kini menjabat ketua dewan kehormatan. Meski demikian, darah pengusaha dan aktivis PII menyebabkan SB dikenal dekat dengan segala kalangan. Lintas organisasi dan partai politik.
“Ini bukber hari keempat di rumah. Hari ini bersama Keluarga Besar PII,” ucap SB di kediamannya, Jl Simprug Golf I, Jakarta Selatan.
Hadir di kediaman SB para aktivis lintas generasi. Antara lain, mantan Menteri Agraria/Kepala BPN
Sofjan Djalil, Rektor IPB University yang juga Ketua Umum ICMI Arief Satria, dan tokoh senior MUI KH Achmad Cholil Ridwan.
Berikutnya, aktivis senior/KAHMI Bursah Zarnubi, kader PKS Andi Rachmat, kader Golkar Taufik Hidayat, kader Partai Umat Chandra Tirtawijaya dan Eddy Mulyadi serta kader Nasdem Teguh Juwarno. Mantan anggota DPR Hatta Taliwang juga hadir.
Berikutnya Ustad Ahmad Yani, Ustad Alfian Tanjung, dan Ketua Umum KB PII Nasrullah Narada yang juga menjabat wakil ketua umum PAN. Tampak juga aktivis buruh Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan.
“Kader PII yang kritis dan biasa berdebat serta demo itulah kelebihan PII,” ujar SB. Ciri lainnya banyak menyebar di beragam organisasi dan partai politik.
Sofjan Djalil mengingatkan kader PII harus menempa diri sedari dini. Tidak mesti mulai jadi politisi. Justru mulailah berkiprah dari dunia lain. Seperti birokrasi, organisasi, atau dunia usaha.
“Saya berpikir politisi bukanlah karier pertama PII. Bisa yang kedua atau ketiga,” katanya. Kader PII atau HMI cukup mengikuti basic training. Yang utama dipersiapkan punya pondasi profesional dan bisnis.
“Jangan dilatih jadi aktivis dengan materi training rebutan palu sidang saja bisa tiga hari tiga malam,” tambah tokoh asal Aceh yang lama di pemerintahan ini.
KH Achmad Cholil Ridwan dalam ceramah usai berbuka puasa sempat cerita Perang Badar sebagai perang tidak seimbang. Saat itu Nabi Muhammad sebagai kepala negara Madinah memimpin langsung perang tersebut.
“Kalau saya kepala negara, maka saya pasti kibarkan saja bendera putih. Tapi Nabi Muhammad, saat itu walaupun tahu tidak seimbang, justru menyatakan perang kepada orang-orang kafir yang mau memerangi kaum muslimin,” jelas Cholil Ridwan.
Atas dasar itulah, Cholil Ridwan menegaskan mestinya saat jadi menteri harus disikapi sebagai ibadah. Begitu juga ketika menjabat gubernur, wakil presiden, atau presiden. “Umat Islam harus berpolitik. Tidak berpolitik itu makruh,” ungkapnya. (R-03)