BANDUNG– Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi bertemu para guru dan tenaga kependidikan di Kabupaten Bandung. Dede Yusuf kemudian cerita sukses pendidikan di Finlandia.
“Tidak bisa dibandingkan apple to apple. Tapi tentu banyak hal yang bisa dipelajari juga dari Finlandia,” ujar Dede Yusuf dalam workshop Kemendikbud Ristek di Hotel Grand Sunshine Soreang, Sabtu (15/6/2024).
Acara dihadiri sejumlah kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan lain, dan aktivis pemberdayaan masyarakat. Topiknya merdeka belajar sebagai strategi keterampilan berpikir kritis dan kesetaraan pendidikan.

Tampil sebagai narasumber Dr Asep Saepudin, dosen pascasarjana UPI Bandung. Lalu, Dedy Kustawan, M. Pd sebagai pakar pendidikan inklusif.
Dede Yusuf mengawali cerita baru kunjungan ke Finlandia. Negara di Eropa Barat dengan tingkat pendidikan terbaik di dunia. Bukan hanya itu. Finlandia juga jadi negara dengan tingkat kebahagiaan terbaik di dunia.
“Tidak bisa dibandingkan persis sebab penduduk Finlandia jumlahnya sama dengan Kabupaten Bogor. Ukuran negaranya tak lebih dari Pulau Bali,” tegas politikus Partai Demokrat ini.
Pendidikan perkapita juga jomplang. Indonesia baru sekitar USD 4.800, sementara Finlandia USD 33.400. “Tapi tetap dalam banyak hal pendidikan kita bisa saja belajar ke Finlandia,” katanya.

Antara lain, kurikulum sangat sederhana. Lalu, tidak ada ranking atau pemeringkatan siswa di kelas. Praktis tidak ada pekerjaan rumah (PR) bagi siswa. Dan, lama belajar di kelas sangat singkat.
“Tiga atau empat jam di kelas. Berikutnya anak-anak belajar di alam, di luar kelas,” jelas Dede Yusuf. Peran guru juga bukan sebagai sentral. Tak lebih hanya sebagai mitra atau fasilitator belajar.
“Pendekatan belajar ala Pedagogik yang menempatkan anak-anak seolah tidak tahu apa-apa sudah ditinggalkan di Finlandia,” jelasnya.
Dr Asep Saepudin, M. Pd menuturkan hal serupa. Dari riset yang dilakukannya di Finlandia, anak atau peserta didik diposisikan kaya potensi.

“Penelitian saya di sana, guru selalu tampil bersih, menarik, bright, dan penuh senyum,” kata Asep Saepudin.
Doktor pendidikan luar sekolah atau pendidikan masyarakat ini sepakat dengan Dede Yusuf terkait peran guru dalam pembelajaran. “Guru hanya fasilitas. Bukan mendikte. Dan, semua anak sejatinya ranking satu di bidangnya masing-masing,” kata Asep Saepudin.
Ada dua riset yang dilakukan Asep Saepudin. Di Finlandia, selain sapa dan “say hello” saat masuk kelas, guru di sana beda. “Yang pertama kali ditanya adalah apa yang dibaca dan dilihat hari itu di rumah, di jalan, di media televisi atau buku. Lalu setiap orang diminta mengungkapkan”.
Riset di Indonesia, lanjutnya, guru begitu masuk kelas yang pertama kali ditanya umumnya PR. “Bukan di kabupaten ini ya, penelitian saya, yang diminta pertama kali guru adalah kumpulkan buku tabungan,” seloroh Asep Saepudin. (R-03)