BANDUNG, WR- Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi minta masyarakat dan pemerintah daerah tidak salah kaprah. Terutama dalam pengembangan desa wisata.
“Desa wisata dan wisata desa itu berbeda jauh,” ujar Dede Yusuf saat bimtek Kemenparekraf di Bandung Barat, Sabtu (29/6/2024).
Acara tersebut dilaksanakan di destinasi Wisata Pakuhaji, Ngamprah. Topiknya forum peningkatan kualitas tata kelola dan jejaring destinasi wisata.
Hadir Sri Utari Widyastuti, direktur pengembangan destinasi I Kemenparekraf. Lalu, Ketua DPC Partai Demokrat KBB Imam Tunggara. Kemudian, Dr M Hailuki, ketua Imah Rancage (rumah aspirasi Dede Yusuf di dapil Jabar II).

Sebagai narasumber tampil Irwan Tamrin, founder dan CEO Wisatasekolah.com. Dia juga tenaga ahli Kemenparekraf di bidang digitalisasi desa wisata.
“Wisata desa orang datang untuk foto -foto, jajan sedikit, lalu pulang,” jelas Dede Yusuf. Sementara desa wisata orang datang untuk habiskan uang dan waktu di desa. Bukan hanya foto-foto.
“Orang datang ke desa untuk menikmati pengalaman. Misalnya ngaronda malam, belajar bikin nasi liwet, menikmati kuliner khas desa itu. Misalnya cuma makan singkong,” ungkap politikus senior Partai Demokrat ini.

Tiga kekuatan desa wisata, lanjut Dede Yusuf, bertumpu pada keunikan, kesiapan masyarakat, dan cultural experience. “Kalau desa wisata tidak unik, orang tidak akan datang,” kata wakil gubernur Jabar periode 2008-2013 ini.
Masyarakat juga harus siap menerima perbedaan. Jangan karena beda agama, lalu ada diskriminasi dan pemaksaan. “Istilah Sunda mah kudu someah jeung hade ka semah,” kilah Dede.
Irwan Tamrin minta desa wisata jangan dikemas warna warni yang sifatnya fatamorgana. Yang alami dan unik justru jadi kekuatan. Apalagi dilabeli story telling yang menarik.

“Kalau dibuat mewah, di Eropa jauh lebih mewah. Orang Jepang dan Korea tidak aneh lihat alam yang dibuat warna warni. Yang disampaikan Kang Dede Yusuf benar sekali, self cultural experience jadi jualan utama desa wisata” katanya. (R-03)