BANDUNG, WR- Gayung bersambut. Diskursus rencana memecah Kemendikbud Ristek jadi tiga kementerian mendapat dukungan kalangan kampus.
Sebelumnya, politikus senior Partai Demokrat Dede Yusuf mendorong Kantor yang saat ini dijabat Nadiem Makarim dipecah tiga. Ada alasan urgensi, bidang garapan yang terlalu luas, dan target indikator yang harus dipercepat.
“Setelah lima tahun saya mempelajari Kemendikbud Ristek, ada hal-hal yang belum tertangani dengan baik,” ujar Dede Yusuf yang periode 2019-2024 menjabat wakil ketua Komisi X DPR ini.
Di era Presiden Prabowo nanti, Dede Yusuf menyebut urusan pendidikan sebaiknya dikelola kementerian berbeda. Satu, kementerian yang khusus mengelola PAUD, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Kedua, kementerian yang mengurusi pendidikan tinggi dan Ristek (riset dan teknologi). Lalu, kementerian ketiga khusus membidangi kebudayaan yang demikian luas dan strategis bagi identitas bangsa di percaturan global.
“Kalau sampai saat ini, untuk (kementerian) pendidikan lebih baik dipisah,” ujar Dr Ramadhan Pancasilawan, S.Sos, M. Si, ketua Prodi Administrasi Publik Pascasarjana Unpad di Bandung, Minggu (6/10/2024).
Menurut Ramadhan, basic struktur dan keilmuan sangat berbeda antara pendidikan dasar dengan pendidikan tinggi. “Kalau pendidikan dasar untuk membentuk karakter siswa sedangkan pendidikan tinggi untuk mengembangkan pola berpikir ilmiah,” tandasnya.
Atas dasar itulah, dosen muda Unpad ini menilai sangat pas jika Kemendikbud Ristek dipisah. “Bidang kebudayaan juga selama ini menjadi kehilangan gaungnya,” tandas Ramadhan.
Padahal, tutur Ramadhan, negara harus hadir memperkuat nilai-nilai bangsa berdasarkan kebudayaan. “Jadi pas kalau dipisah juga, hanya apakah nanti akan bersatu dengan kepariwisataan atau tetap sendiri ini perlu dilihat kembali nilai dasarnya,” ungkap dia.
Secara teoritis, fokus kepariwisataan untuk meningkatkan pundi-pundi ekonomi. Sementara, kebudayaan lebih pada nilai dan identitas karakter bangsa. “Jika pariwisata ditugaskan menambah pundi-pundi ekonomi, maka lebih baik kebudayaan tetap (kementerian) sendiri,” kata Ramadhan.
Staf pengajar pascasarjana UPI Bandung Dr Asep Saepudin, M. Pd juga menilai nomenklatur Kemendikbud Ristek saat ini terlalu gemuk. “Ibarat manusia kalau kegemukan bisa tidak sehat. Banyak lemak jahat dan lamban bergerak,” ucapnya.
Jika dipecah jadi tiga, Mendiknas bisa lebih fokus mengurus pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar (Dikdas), pendidikan menengah (Dikmen), pendidikan masyarakat (Penmas), dan pendidikan khusus (Diksus).
Itu baru satu klaster. “Begitu luas dan banyak problematika yang saat ini belum tertangani,” tegas Asep Saepudin.
Hal yang disorot Asep Saepudin, antara lain, soal kualitas pembelajaran dan output. Lalu sarana prasarana dan masalah guru atau tenaga kependidikan. “Satu urusan guru saja tidak tuntas-tuntas,” tandasnya.
Jika ada nomenklatur Kemenristek Dikti, Asep Saepudin berharap pengelolaan teknologi dan pendidikan tinggi makin baik.
“Sementara Kemenbud nanti mengurus persoalan kebudayaan daerah, lokal, dan nasional yang berkaitan dgn sistem kemasyarakatan, sosial, ekonomi, kesenian, bahasa, kekerabatan, dan organisasi sosial yang berkembang dalam masyarakat,” ungkap Asep Saepudin.
Sebelumnya, Dede Yusuf menyebut usulan Kemendikbud Ristek dipecah jadi tiga bukan untuk bagi-bagi jabatan. Tapi memang urgensinya kuat dan sesuai target-target baru untuk peningkatan kualitas SDM menuju Indonesia Emas pada 2045. (R-03)